Rabu, 31 Agustus 2016

Adat Meminang di Daerah Batu Sangkar



Budaya,satu kata yang tidak dapat dipisahkan dari sebuah negara untuk Indonesia yang dikenal sebagai negara multikultural.Budaya berasal dari bahasa sanskerta yang artinya hal-hal yang berkaitan dengan akal dan budi manusia,namun menurut Sello Soemarjan tahun 2010  halaman 28  dalam buku ilmu sosial dan budaya dasar  budaya  adalah semua hasil karya,rasa,dan cipta masyarakat.Tentunya adat setiap daerah itu berbeda-beda.Setiap daerah mempercayai budaya yang ada didaerah nya masing-masing,dan mengikuti adat yang ada didaerahnya.Suatu daerah memiliki adat dan kebiasaan yang tak boleh untuk dilanggar.Orang zaman dahulu sangat menjunjung tinggi adat daerahnya.Adat bagi orang zaman dahulu juga merupakan pedoman yang wajib dilaksanakan atau diikuti untuk melaksanakan suatu kegiatan salah satu contohnya pernikahan.Bagi masyarakat minang,orang yang melanggar adat akan dikucilkan dan keluarganya akan dinilai tidak baik oleh masyrakat sekitar.

Dalam adat daerah minang yaitu Batu Sangkar,pergaulan muda-mudinya hampir sama saja dengan dikota kita ini.Namun,dikampung lebih memiliki batasan-batasan yang tidak boleh dilakukan oleh kaum muda-mudi.Gadis dikampung tidak diperbolehkan orangtuanya untuk keluar malam dan pulang terlalu larut malam.Akan tetapi,orang dikampung tidak menghiraukan usia maupun pekerjaan yang dimiliki oleh seseorang.Mereka rata-rata dikatakan sebagai orang yang cepat nikah.Karena orang kampung tidak memiliki pengetahuan yang luas seperti kita ini.Namun,walaupun mereka dikatakan sebagai orang yang cepat nikah mereka tetap menjunjung tinggi adat didaerah mereka tersebut.
Adat meminang dalam daerah Batu Sangkar tidak sama persis dengan daerah yang berada di Provinsi Sumatera Barat,karena setiap daerah memiliki keyakinan-keyakinan sendiri yang mereka anggap itu benar dan patut untuk dilaksanakan.Didaerah Batu Sangkar tidak ada yang namanya merisik atau dalam bahasa minangnya meresek karena begitulah adat yang ada didaerah ini.Sebelum melaksanakan meminang,ada syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu:
  • Kedua calon mempelai tidak sedarah atau tidak berasal dari suku yang sama, kecuali pesukuan itu berasal dari nagari atau luhak yang lain.
  • Kedua calon mempelai dapat saling menghormati dan menghargai orang tua dan keluarga kedua belah pihak.
  • Calon suami (marapulai) harus sudah mempunyai sumber penghasilan untuk dapat menjamin kehidupan keluarganya.
Tahapan dalam meminang di daerah Batu Sangkar adalah sebagai berikut:
1. Mangikek Janji
Pihak laki-laki datang kerumah perempuan bersama dengan orangtua, ninik mamak dan para sesepuh yang disebut dengan mangikek janji,dengan membawa carano(tepak sirih).Pihak perempuan membayar uang adat sebesar Rp.600.000 yang merupakan aturan adat.

2. Batimbang Tando (Bertukar Tanda)
Keluarga calon mempelai wanita mendatangi keluarga calon mempelai pria untuk meminang. Bila pinangan diterima, maka akan berlanjut ke proses bertukar tanda sebagai simbol pengikat perjanjian dan tidak dapat diputuskan secara sepihak. Acara ini melibatkan orangtua, ninik mamak dan para sesepuh dari kedua belah pihak. Rombongan keluarga calon mempelai wanita datang membawa sirih pinang lengkap disusun dalam carano atau kampia (tas yang terbuat dari daun pandan) yang disuguhkan untuk dicicipi keluarga pihak pria. Selain itu juga membawa antaran kue-kue dan buah-buahan. Menyuguhkan sirih di awal pertemuan mengandung makna dan harapan. Bila ada kekurangan atau kejanggalan tidak akan menjadi gunjingan, serta hal-hal yang manis dalam pertemuan akan melekat dan diingat selamanya. Kemudian dilanjutkan dengan acara batimbang tando/batuka tando (bertukar tanda). Benda-benda yang dipertukarkan biasanya benda-benda pusaka seperti keris, kain adat, atau benda lain yang bernilai sejarah bagi keluarga. Selanjutnya berembuk soal tata cara penjemputan calon mempelai pria.

3.Mahanta Siriah/Minta Izin
Calon mempelai pria mengabarkan dan mohon doa restu tentang rencana pernikahan kepada mamak-mamak-nya, saudara-saudara ayahnya, kakak-kakaknya yang telah berkeluarga dan para sesepuh yang dihormati. Hal yang sama dilakukan oleh calon mempelai wanita, diwakili oleh kerabat wanita yang sudah berkeluarga dengan cara mengantar sirih. Calon mempelai pria membawa selapah yang berisi daun nipah dan tembakau (sekarang digantikan dengan rokok). Sementara bagi keluarga calon mempelai wanita, untuk ritual ini mereka akan menyertakan sirih lengkap. Ritual ini ditujukan untuk memberitahukan dan mohon doa untuk rencana pernikahannya. Biasanya keluarga yang didatangi akan memberikan bantuan untuk ikut memikul beban dan biaya pernikahan sesuai kemampuan.

4. Babako-Babaki
Pihak keluarga dari ayah calon mempelai wanita (disebut bako) ingin memperlihatkan kasih sayangnya dengan ikut memikul biaya sesuai kemampuan. Acara ini biasanya berlangsung beberapa hari sebelum acara akad nikah. Mereka datang membawa berbagai macam antaran. Perlengkapan yang disertakan biasanya berupa sirih lengkap (sebagai kepala adat), nasi kuning singgang ayam (makanan adat), barang-barang yang diperlukan calon mempelai wanita (seperangkat busana, perhiasan emas, lauk-pauk baik yang sudah dimasak maupun yang masih mentah, kue-kue dan sebagainya). Sesuai tradisi, calon mempelai wanita dijemput untuk dibawa ke rumah keluarga ayahnya. Kemudian para tetua memberi nasihat. Keesokan harinya, calon mempelai wanita diarak kembali ke rumahnya diiringi keluarga pihak ayah dengan membawa berbagai macam barang bantuan tadi.
Adat meminang dan adat pernikahan dalam adat.
Dalam prosesi perkawinan adat Minangkabau, biasa disebut baralek, mempunyai beberapa tahapan yang umum dilakukan. Dimulai dengan maminang (meminang), manjapuik marapulai (menjemput pengantin pria), sampai basandiang (bersanding di pelaminan). Setelah maminang dan muncul kesepakatan manantuan hari (menentukan hari pernikahan), maka kemudian dilanjutkan dengan pernikahan secara Islam yang biasa dilakukan di masjid sebelum kedua pengantin bersanding di pelaminan. Pada nagari tertentu setelah ijab kabul di depan penghulu atau tuan kadi, mempelai pria akan diberikan gelar baru sebagai panggilan penganti nama kecilnya.Kemudian masyarakat sekitar akan memanggilnya dengan gelar baru tersebut. Gelar panggilan tersebut biasanya bermulai dari sutan, bagindo atau sidi (sayyidi) di kawasan pesisir pantai. Sementara itu di kawasan Luhak Limopuluah, pemberian gelar ini tidak berlaku.
Sebagai orang yang memiliki adat kita wajib melaksanakan dan menjunjung tinggi adat yang kita miliki. Tatakrama dan upacara adat perkawinan inipun tak boleh diremehkan karena semua orang Minang menganggap bahwa “Perkawinan itu sesuatu yang agung”, yang kini diyakini hanya “sekali” seumur hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar