Budaya,satu kata yang tidak dapat dipisahkan dari sebuah
negara untuk Indonesia yang dikenal sebagai negara multikultural.Budaya berasal
dari bahasa sanskerta yang artinya hal-hal yang berkaitan dengan akal dan budi
manusia,namun menurut Sello Soemarjan
tahun 2010 halaman 28 dalam buku ilmu sosial dan budaya dasar budaya
adalah semua hasil karya,rasa,dan cipta masyarakat.Tentunya adat setiap
daerah itu berbeda-beda.Setiap daerah mempercayai budaya yang ada didaerah nya
masing-masing,dan mengikuti adat yang ada didaerahnya.Suatu daerah memiliki
adat dan kebiasaan yang tak boleh untuk dilanggar.Orang zaman dahulu sangat
menjunjung tinggi adat daerahnya.Adat bagi orang zaman dahulu juga merupakan
pedoman yang wajib dilaksanakan atau diikuti untuk melaksanakan suatu kegiatan
salah satu contohnya pernikahan.Bagi masyarakat minang,orang yang melanggar
adat akan dikucilkan dan keluarganya akan dinilai tidak baik oleh masyrakat
sekitar.
Dalam adat daerah minang yaitu Batu Sangkar,pergaulan
muda-mudinya hampir sama saja dengan dikota kita ini.Namun,dikampung lebih
memiliki batasan-batasan yang tidak boleh dilakukan oleh kaum muda-mudi.Gadis
dikampung tidak diperbolehkan orangtuanya untuk keluar malam dan pulang terlalu
larut malam.Akan tetapi,orang dikampung tidak menghiraukan usia maupun
pekerjaan yang dimiliki oleh seseorang.Mereka rata-rata dikatakan sebagai orang
yang cepat nikah.Karena orang kampung tidak memiliki pengetahuan yang luas
seperti kita ini.Namun,walaupun mereka dikatakan sebagai orang yang cepat nikah
mereka tetap menjunjung tinggi adat didaerah mereka tersebut.
Adat meminang dalam daerah Batu Sangkar tidak sama persis
dengan daerah yang berada di Provinsi Sumatera Barat,karena setiap daerah
memiliki keyakinan-keyakinan sendiri yang mereka anggap itu benar dan patut
untuk dilaksanakan.Didaerah Batu Sangkar tidak ada yang namanya merisik atau
dalam bahasa minangnya meresek karena begitulah adat yang ada didaerah
ini.Sebelum melaksanakan meminang,ada syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu:
- Kedua calon mempelai tidak sedarah atau tidak berasal dari suku yang sama, kecuali pesukuan itu berasal dari nagari atau luhak yang lain.
- Kedua calon mempelai dapat saling menghormati dan menghargai orang tua dan keluarga kedua belah pihak.
- Calon suami (marapulai) harus sudah mempunyai sumber penghasilan untuk dapat menjamin kehidupan keluarganya.
Tahapan dalam meminang di daerah Batu Sangkar adalah sebagai
berikut:
1. Mangikek Janji
Pihak laki-laki datang kerumah perempuan bersama dengan
orangtua, ninik mamak dan para sesepuh yang disebut dengan mangikek janji,dengan membawa carano(tepak sirih).Pihak perempuan
membayar uang adat sebesar Rp.600.000 yang merupakan aturan adat.
2.
Batimbang Tando (Bertukar Tanda)
Keluarga calon mempelai wanita
mendatangi keluarga calon mempelai pria untuk meminang. Bila pinangan diterima,
maka akan berlanjut ke proses bertukar tanda sebagai simbol pengikat perjanjian
dan tidak dapat diputuskan secara sepihak. Acara ini melibatkan orangtua, ninik
mamak dan para sesepuh dari kedua belah pihak. Rombongan keluarga calon mempelai
wanita datang membawa sirih pinang lengkap disusun dalam carano atau kampia
(tas yang terbuat dari daun pandan) yang disuguhkan untuk dicicipi keluarga
pihak pria. Selain itu juga membawa antaran kue-kue dan buah-buahan.
Menyuguhkan sirih di awal pertemuan mengandung makna dan harapan. Bila ada
kekurangan atau kejanggalan tidak akan menjadi gunjingan, serta hal-hal yang
manis dalam pertemuan akan melekat dan diingat selamanya. Kemudian dilanjutkan
dengan acara batimbang tando/batuka tando (bertukar tanda). Benda-benda yang
dipertukarkan biasanya benda-benda pusaka seperti keris, kain adat, atau benda
lain yang bernilai sejarah bagi keluarga. Selanjutnya berembuk soal tata cara
penjemputan calon mempelai pria.
3.Mahanta
Siriah/Minta Izin
Calon mempelai pria mengabarkan dan
mohon doa restu tentang rencana pernikahan kepada mamak-mamak-nya,
saudara-saudara ayahnya, kakak-kakaknya yang telah berkeluarga dan para sesepuh
yang dihormati. Hal yang sama dilakukan oleh calon mempelai wanita, diwakili
oleh kerabat wanita yang sudah berkeluarga dengan cara mengantar sirih. Calon
mempelai pria membawa selapah yang berisi daun nipah dan tembakau (sekarang
digantikan dengan rokok). Sementara bagi keluarga calon mempelai wanita, untuk
ritual ini mereka akan menyertakan sirih lengkap. Ritual ini ditujukan untuk
memberitahukan dan mohon doa untuk rencana pernikahannya. Biasanya keluarga
yang didatangi akan memberikan bantuan untuk ikut memikul beban dan biaya
pernikahan sesuai kemampuan.
4.
Babako-Babaki
Pihak keluarga dari ayah calon
mempelai wanita (disebut bako) ingin memperlihatkan kasih sayangnya dengan ikut
memikul biaya sesuai kemampuan. Acara ini biasanya berlangsung beberapa hari
sebelum acara akad nikah. Mereka datang membawa berbagai macam antaran. Perlengkapan
yang disertakan biasanya berupa sirih lengkap (sebagai kepala adat), nasi
kuning singgang ayam (makanan adat), barang-barang yang diperlukan calon
mempelai wanita (seperangkat busana, perhiasan emas, lauk-pauk baik yang sudah
dimasak maupun yang masih mentah, kue-kue dan sebagainya). Sesuai tradisi,
calon mempelai wanita dijemput untuk dibawa ke rumah keluarga ayahnya. Kemudian
para tetua memberi nasihat. Keesokan harinya, calon mempelai wanita diarak
kembali ke rumahnya diiringi keluarga pihak ayah dengan membawa berbagai macam
barang bantuan tadi.
Adat meminang dan adat pernikahan
dalam adat.
Dalam prosesi perkawinan adat Minangkabau, biasa disebut baralek,
mempunyai beberapa tahapan yang umum dilakukan. Dimulai dengan maminang
(meminang), manjapuik marapulai (menjemput pengantin pria), sampai basandiang
(bersanding di pelaminan). Setelah maminang dan muncul kesepakatan manantuan
hari (menentukan hari pernikahan), maka kemudian dilanjutkan dengan
pernikahan secara Islam yang biasa dilakukan di masjid sebelum kedua pengantin
bersanding di pelaminan. Pada nagari tertentu setelah ijab kabul di
depan penghulu atau tuan kadi, mempelai pria akan diberikan gelar baru
sebagai panggilan penganti nama kecilnya.Kemudian masyarakat sekitar akan memanggilnya
dengan gelar baru tersebut. Gelar panggilan tersebut biasanya bermulai dari sutan,
bagindo atau sidi (sayyidi) di kawasan pesisir pantai.
Sementara itu di kawasan Luhak Limopuluah, pemberian gelar ini tidak
berlaku.
Sebagai orang yang memiliki adat
kita wajib melaksanakan dan menjunjung tinggi adat yang kita miliki. Tatakrama dan upacara adat
perkawinan inipun tak boleh diremehkan karena semua orang Minang menganggap
bahwa “Perkawinan itu sesuatu yang
agung”, yang kini diyakini hanya “sekali”
seumur hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar