Senin, 25 Juli 2016

Artikel Tentang Sejarah Kerajaan - Kerajaan Pada Masa Hindu-Buddha Di Indonesia



1.  Kerajaan Kutai
Bicara  soal  perkembangan  Kerajaan  Kutai,  tidak  lepas  dari sosok  Raja  Mulawarman.  Kamu  perlu  memahami  keberadaan Kerajaan  Kutai,  karena  Kerajaan  Kutai  ini  dipandang  sebagai
kerajaan  Hindu-Buddha  yang  pertama  di  Indonesia. Kerajaan Kutai diperkirakan  terletak di daerah Muarakaman di  tepi  Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Sungai Mahakam merupakan sungai yang  cukup besar dan memiliki beberapa anak  sungai. Daerah di sekitar  tempat  pertemuan  antara  Sungai Mahakam  dengan  anak sungainya  diperkirakan  merupakan  letak  Muarakaman  dahulu. Sungai  Mahakam  dapat  dilayari    dari  pantai  sampai  masuk  ke Muarakaman,  sehingga  baik  untuk  perdagangan.  Inilah  posisi yang  sangat menguntungkan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat.  Sungguh  Tuhan  Yang  Maha  Esa  menciptakan  alam semesta dan tanah air Indonesia itu begitu kaya dan strategis. Hal ini perlu kita syukuri. Untuk memahami erkembangan Kerajaan Kutai  itu,  tentu memerlukan  sumber  sejarah yang dapat menjelaskannya. Sumber sejarah Kutai yang utama adalah prasasti yang disebut yupa, yaitu berupa  batu  bertulis.  Yupa  juga  sebagai  tugu  peringatan  dari upacara kurban. Yupa ini dikeluarkan pada masa pemerintahan raja Mulawarman. Prasasti yupa ditulis dengan huruf pallawa dan bahasa sanskerta. Dengan melihat bentuk hurufnya, para ahli berpendapat bahwa yupa dibuat sekitar abad ke-5 M.  Yang menarik  dalam  prasasti  itu  juga  disebut  nama  kakek Mulawarman yang bernama Kudungga. Kudungga berarti penguasa lokal,  dan  yang  setelah  terkena  pengaruh  Hindu-Buddha  daerah tersebut  berubah  menjadi  kerajaan.  Namanya  tetap  Kudungga berbeda dengan nama puteranya yang bernama Aswawarman dan 67 Sejarah Indonesia cucunya yang bernama Mulawarman. Oleh karena itu yang terkenal sebagai wamsakerta adalah Aswawarman. Coba pelajaran apa yang dapat kita peroleh dengan persoalan nama di dalam satu keluarga Kudungga itu?
Satu di antara  yupa  itu memberi  informasi penting  tentang silsilah  Raja  Mulawarman. Diterangkan  bahwa  Kudungga  mempunyai  putra  bernama  Aswawarman.  Raja  Aswawarman
dikatakan seperti Dewa Ansuman  (Dewa Matahari). Aswawarman mempunyai  tiga  anak,  tetapi  yang  terkenal  adalah Mulawarman. Raja Mulawarman dikatakan sebagai raja yang terbesar di Kutai. Ia pemeluk agama Hindu-Siwa yang setia. Tempat sucinya dinamakan Waprakeswara.  Ia  juga  dikenal  sebagai  raja yang sangat dekat dengan kaum brahmana dan rakyat.  Raja  Mulawarman  sangat  dermawan. Ia mengadakan  kurban  emas dan 20.000  ekor lembu  untuk  para  brahmana.  Oleh  karena itu,  sebagai  rasa  terima  kasih  dan  peringatan mengenai  upacara  kurban,  para  brahmana mendirikan sebuah yupa.
Pada  masa  pemerintahan  Mulawarman,  Kutai  mengalami   zaman  keemasan.  Kehidupan ekonomi  pun  mengalami perkembangan.  Kutai  terletak  di  tepi  sungai,  sehingga  masyarakatnya  melakukan  pertanian.  Selain  itu,  mereka  banyak yang melakukan perdagangan. Bahkan diperkirakan  sudah  terjadi hubungan  dagang  dengan  luar.  Jalur  perdagangan  internasional
dari  India melewati  Selat Makassar,  terus  ke  Filipina  dan  sampai di  Cina.  Dalam  pelayarannya  dimungkinkan  para  pedagang  itu singgah terlebih dahulu di Kutai. Dengan demikian, Kutai semakin ramai dan rakyat hidup makmur.

2.  Kerajaan Tarumanegara

   Sejarah  tertua  yang  berkaitan  dengan  pengendalian  banjir dan sistem pengairan adalah  pada masa Kerajaan Tarumanegara. Untuk  mengendalikan  banjir  dan  pertanian  yang  diduga  di
wilayah Jakarta saat ini, maka Raja Purnawarman menggali sungai Candrabaga.  Setelah  selesai melakukan  penggalian  sungai maka raja mempersembahkan 1.000 ekor lembu pada brahmana. Berkat sungai itulah penduduk Tarumanegara menjadi makmur. Siapakah Raja Purnawarman itu?
   Purnawarman  adalah  raja  terkenal  dari  Tarumanegara. Perlu  kamu  pahami  bahwa  setelah  Kerajaan  Kutai  berkembang di  Kalimantan  Timur,  di  Jawa  bagian  barat  muncul  Kerajaan
Tarumanegara.  Kerajaan  ini  terletak  tidak  jauh  dari  pantai  utara Jawa bagian Barat. Berdasarkan prasasti-prasasti  yang ditemukan letak pusat Kerajaan Tarumanegara diperkirakan di antara Sungai
Citarum dan Cisadane. Kalau mengingat namanya Tarumanegara, dan kata  taruma mungkin berkaitan dengan kata  tarum yang artinya nila. Kata tarum dipakai sebagai nama sebuah sungai di Jawa Barat, yakni  Sungai  Citarum.  Mungkin  juga  letak  Tarumanegara  dekat dengan  aliran  Sungai  Citarum.  Kemudian  berdasarkan  Prasasti Tugu, Purbacaraka memperkirakan pusatnya ada di daerah Bekasi.  Sumber sejarah Tarumanegara yang utama adalah beberapa prasasti  yang  telah  ditemukan.  Berkaitan  dengan  perkembangan Kerajaan  Tarumanegara,  telah  ditemukan  tujuh  buah  prasasti. Prasasti-prasasti  itu  berhuruf  pallawa  dan  berbahasa  sansekerta.
Ketujuh prasasti itu adalah :
1.  Prasasti Ciareteun
  Prasasti  ini  ditemukan  di  tepi  Sungai  Citarum  di  dekat muaranya  yang mengalir  ke  Sungai Cisadane, di daerah Bogor. Pada prasasti ini dipahatkan sepasang telapak kaki Raja Purnawarman.70 Kelas X
2.  Prasati Kebon Kopi
  Prasasti  Kebon  Kopi  ditemukan  di  Kampung  Muara Hilir,  Kecamatan  Cibungbulang,  Bogor.  Pada  prasasti  ini ada  pahatan  gambar  tapak  kaki  gajah  yang  disamakan dengan tapak kaki gajah Airawata (gajah kendaraan Dewa Wisnu).
3.  Prasasti Jambu
  Prasasti  ini  ditemukan  di  perkebunan  Jambu,  Bukit Koleangkok, kira-kira 30 km  sebelah barat Bogor. Dalam prasasti  itu  diterangkan  bahwa  Raja  Purnawarman  itu gagah,  pemimpin  yang  termasyhur,  dan  baju  zirahnya tidak dapat ditembus senjata musuh.
4.  Prasasti Tugu
Prasasti  Tugu ditemukan di Desa  Tugu, Cilincing  Jakarta. Prasasti  ini  menerangkan  tentang  penggalian  saluran Gomati  dan  Sungai  Candrabhaga.  Mengenai  nama Candrabhaga,  Purbacaraka mengartikan  candra  =  bulan =  sasi.  Candrabhaga  menjadi  sasibhaga  dan  kemudian menjadi Bhagasasi - bagasi, akhirnya menjadi Bekasi.
5.  Prasasti Pasir Awi
  Prasasti Pasir Awi ditemukan di daerah Bogor.
6.  Prasasti Muara Cianten
  Prasasti Muara Cianten ditemukan di daerah Bogor.
7.  Prasasti Lebak
  Prasasti  Lebak  ditemukan  di  tepi  Sungai  Cidanghiang, Kecamatan  Muncul,  Banten  Selatan.  Prasasti  ini menerangkan  tentang  keperwiraan,  keagungan,  dan keberanian Purnawarman sebagai raja dunia.  Di samping beberapa prasasti tersebut, berita Cina juga dapat dijadikan sumber sejarah Kerajaan Tarumanegara. Terutama berita yang disampaikan oleh seorang musafr Cina yang bernama Fa-Hien yang berkunjung ke Jawa. Ia telah menyebut adanya Kerajaan To-lo-mo atau Taruma.
 Kerajaan Tarumanegara mulai berkembang pada abad ke-5 M. Raja yang  sangat  terkenal adalah Purnawarman.  Ia dikenal  sebagai  raja  yang  gagah  berani  dan  tegas.  Ia  juga dekat dengan para brahmana, pangeran, dan rakyat.  Ia raja yang  jujur,  adil,  dan  arif  di  dalam memerintah.  Daerahnya cukup luas sampai ke daerah Banten. Kerajaan Tarumanegara telah  menjalin  hubungan  dengan  kerajaan  lain,  misalnya dengan Cina.  Dalam  kehidupan  agama,  sebagian  besar masyarakat Tarumanegara memeluk agama Hindu. Sedikit yang beragama Buddha dan masih ada yang mempertahankan agama nenek moyang  (animisme).  Berdasarkan  berita  dan  Fa-Hien,  di
Tolomo ada tiga agama, yakni agama Hindu, agama Buddha dan  kepercayaan  animisme.  Raja  memeluk  agama  Hindu. Sebagai bukti, pada prasasti Ciareteun ada  tapak   kaki  raja yang  diibaratkan  tapak  kaki  Dewa  Wisnu.  Sumber  Cina lainnya menyatakan bahwa, pada masa Dinasti T’ang terjadi hubungan perdagangan dengan  Jawa. Barang-barang  yang diperdagangkan adalah kulit penyu, emas, perak, cula badak, dan  gading  gajah.  Penduduk    daerah  itu  pandai membuat
minuman keras yang terbuat dari bunga kelapa.  Rakyat  Tarumanegara  hidup  aman  dan  tenteram.
Pertanian merupakan mata pencaharian pokok. Di  samping itu, perdagangan  juga berkembang. Kerajaan Tarumanegara mengadakan hubungan dagang dengan Cina dan India.

3.  Kerajaan Kalingga

  
 Ratu  Sima  adalah  penguasa  di  Kerajaan  Kalingga.  Ia digambarkan  sebagai  seorang  pemimpin  wanita  yang  tegas  dan taat terhadap peraturan yang berlaku dalam kerajaan itu. Kerajaan
Kalingga atau Holing, diperkirakan terletak di Jawa bagian tengah. Nama  Kalingga  berasal  dari  Kalinga,  nama  sebuah  kerajaan  di India  Selatan.  Menurut  berita  Cina,  di  sebelah  timur  Kalingga ada  Po-li  (Bali  sekarang),  di  sebelah  barat  Kalingga  terdapat  To-po-Teng  (Sumatra).  Sementara  di  sebelah  utara  Kalingga terdapat Chen-la (Kamboja) dan sebelah selatan berbatasan dengan samudera. Oleh karena  itu, Kalingga diperkirakan terletak di Jawa Tengah, di Kecamatan Keling, sebelah utara Gunung Muria.  Sumber  utama  mengenai  Kerajaan  Kalingga  adalah  berita
Cina, misalnya berita dari Dinasti T’ang. Sumber lain adalah Prasasti Tuk Mas di  lereng Gunung Merbabu. Melalui berita Cina, banyak hal yang kita ketahui tentang perkembangan Kerajaan Kalingga dan kehidupan masyarakatnya. Kerajaan Kalingga berkembang kira-kira abad ke-7 - ke-9 M.  Raja yang paling terkenal pada masa Kerajaan Kalingga adalah  seorang  raja  wanita  yang  bernama  Ratu  Sima.  Ia memerintah  sekitar  tahun  674  M.  Ia  dikenal  sebagai  raja yang tegas, jujur, dan sangat bijaksana. Hukum dilaksanakan dengan tegas dan seadil-adilnya. Rakyat patuh terhadap semua peraturan yang berlaku. Untuk mencoba kejujuran rakyatnya, Ratu Sima pernah mencobanya, dengan meletakkan pundi-pundi  di  tengah  jalan.  Ternyata  sampai  waktu  yang  lama
tidak ada yang mengusik pundi-pundi itu. Akan tetapi, pada suatu  hari  ada  anggota  keluarga  istana  yang  sedang  jalan-jalan, menyentuh kantong pundi-pundi dengan kakinya Hal ini  diketahui  Ratu  Sima. Anggota  keluarga  istana  itu  dinilai salah dan harus diberi hukuman mati. Akan tetapi atas usul persidangan para menteri, hukuman  itu diperingan dengan hukuman potong kaki. Kisah  ini menunjukkan, begitu  tegas dan  adilnya Ratu  Sima.  Ia  tidak membedakan  antara  rakyat dan anggota kerabatnya sendiri.  Agama  utama  yang  dianut  oleh  penduduk  Kalingga pada umumnya Buddha. Agama Buddha berkembang pesat. Bahkan  pendeta  Cina  yang  bernama  Hwi-ning  datang  di Kaling dan tinggal selama tiga tahun. Selama di Kalingga, ia menerjemahkan kitab suci agama Buddha Hinayana ke dalam bahasa  Cina.  Dalam  usaha menterjemahkan  kitab  itu  Hwi-
ning dibantu oleh seorang pendeta bernama Jnanabadra.  Kepemimpinan raja yang adil, menjadikan rakyat hidup teratur,  aman,dan  tenteram.  Mata  pencaharian  penduduk pada umumnya adalah bertani, karena wilayah Kalingga subur untuk pertanian. Di samping  itu, penduduk  juga melakukan
perdagangan.  Kerajaan  Kalingga  mengalami  kemunduran kemungkinan  akibat  serangan  Sriwijaya  yang  menguasai perdagangan.  Serangan  tersebut  mengakibatkan pemerintahan  Kijen menyingkir  ke  Jawa  bagian  timur  atau mundur ke pedalaman Jawa bagian tengah antara tahun 742
-755 M.

4.  Kerajaan Sriwijaya
Sejak  permulaan  tarikh Masehi,  hubungan  dagang  antara, India  dengan  Kepulauan  Indonesia  sudah  ramai.  Daerah  pantai timur  Sumatra menjadi  jalur  perdagangan  yang  ramai  dikunjungi
para  pedagang.  Kemudian,  muncul  pusat-pusat  perdagangan yang  berkembang  menjadi  pusat  kerajaan.  Kerajaan-kerajaan kecil di pantai Sumatra bagian timur sekitar abad ke-7, antara lain
Tulangbawang, Melayu, dan Sriwijaya. Dari ketiga kerajaan itu, yang kemudian berhasil berkembang dan mencapai kejayaannya adalah Sriwijaya.  Kerajaan  Melayu  juga  sempat  berkembang,  dengan
pusatnya di Jambi.  Pada tahun 692 M, Sriwijaya mengadakan ekspansi ke daerah sekitar Melayu. Melayu  dapat  ditaklukkan  dan  berada  di  bawah kekuasaan Sriwijaya.  Letak pusat Kerajaan Sriwijaya ada berbagai pendapat. Ada yang berpendapat bahwa pusat Kerajaan Sriwijaya ada  di  Palembang,  ada  yang  berpendapat  di  Jambi,  bahkan  ada yang  berpendapat  di  luar  Indonesia. Akan  tetapi,  pendapat  yang banyak didukung oleh para ahli, pusat Kerajaan Sriwijaya adalah di
Palembang, di dekat pantai dan di tepi Sungai Musi. Ketika pusat Kerajaan Sriwijaya di Palembang mulai menunjukkan kemunduran, Sriwijaya berpindah ke Jambi.  Sumber  sejarah  Kerajaan  Sriwijaya  yang  penting  adalah prasasti.  Prasasti-prasasti  itu ditulis dengan huruf  Pallawa. Bahasa
yang dipakai Melayu Kuno. Beberapa prasasti itu antara lain sebagai berikut.

1.  Prasasti Kedukan Bukit
  Prasasti Kedukan Bukit ditemukan di  tepi Sungai Tatang, dekat  Palembang.  Prasasti  ini  berangka  tahun  605  Saka (683 M).  Isinya antara  lain menerangkan bahwa  seorang bernama  Dapunta  Hyang  mengadakan  perjalanan  suci (siddhayatra) dengan menggunakan perahu. Ia berangkat dari Minangatamwan  dengan membawa  tentara  20.000 personil.
2.  Prasasti Talang Tuo
  Prasasti  Talang  Tuo  ditemukan  di  sebelah  barat  Kota Palembang  di  daerah  Talang  Tuo.  Prasasti  ini  berangka tahun  606  Saka  (684  M).  Isinya  menyebutkan  tentang pembangunan  sebuah  taman  yang  disebut  Sriksetra. Taman ini dibuat oleh Dapunta Hyang Sri Jayanaga.
3.  Prasasti Telaga Batu

  Prasasti Telaga Batu ditemukan di Palembang. Prasasti  ini
tidak  berangka  tahun.  Isinya  terutama  tentang  kutukan kutukan  yang  menakutkan  bagi  mereka  yang  berbuat kejahatan.
4.  Prasasti Kota Kapur
  Prasasti Kota Kapur ditemukan di Pulau Bangka, berangka tahun  608  Saka  (656  M).  Isinya  terutama  permintaan kepada para dewa untuk menjaga kedatuan Sriwijaya, dan menghukum setiap orang yang bermaksud jahat.
5.  Prasasti Karang Berahi
  Prasasti  Karang  Berahi  ditemukan  di  Jambi,  berangka tahun 608  saka  (686 M).  Isinya  sama dengan  isi Prasasti Kota Kapur.Beberapa prasasti yang lain, yakni Prasasti Ligor berangka tahun 775 M ditemukan di Ligor, Semenanjung Melayu, dan Prasasti Nalanda di  India Timur. Di  samping
prasasti-prasasti  tersebut,  berita  Cina  juga  merupakan sumber  sejarah  Sriwijaya  yang  penting.  Misalnya  berita dari I-tsing, yang pernah tinggal di Sriwijaya.Perkembangan Kerajaan Sriwijaya

Ada beberapa faktor yang mendorong perkembangan Sriwijaya antara lain :
a.  Letak geografs dari Kota Palembang. Palembang sebagai pusat  pemerintahan  terletak  di  tepi  Sungai  Musi.  Di depan  muara  Sungai  Musi  terdapat  pulau-pulau  yang berfungsi  sebagai pelindung pelabuhan di Muara Sungai Musi.  Keadaan  seperti  ini  sangat  tepat  untuk  kegiatan pemerintahan dan pertahanan. Kondisi itu pula menjadikan Sriwijaya sebagai jalur perdagangan internasional dari India ke Cina, atau sebaliknya. Juga kondisi sungai-sungai yang besar, perairan laut yang cukup tenang, serta penduduknya yang berbakat sebagai pelaut ulung.
b.  Runtuhnya  Kerajaan  Funan  di  Vietnam  akibat  serangan Kamboja.  Hal  ini  telah  memberi  kesempatan  Sriwijaya untuk cepat berkembang sebagai negara maritim.  Kerajaan  Sriwijaya  mulai  berkembang  pada  abad ke-7. Pada awal perkembangannya,  rajanya disebut dengan Dapunta  Hyang.  Dalam  Prasasti  Kedukan  Bukit  dan  Talang Tuo  telah  ditulis  sebutan Dapunta Hyang.  Pada  abad  ke-7, Dapunta Hyang banyak melakukan usaha perluasan daerah.  Daerah-daerah  yang  berhasil  dikuasai  antara  lain sebagai berikut.
a.  Tulang-Bawang yang terletak di daerah Lampung.
b.  Daerah Kedah yang terletak di pantai barat Semenanjung Melayu.  Daerah  ini  sangat  panting  artinya  bagi  usaha pengembangan  perdagangan  dengan  India.  Menurut I-tsing,  penaklukan  Sriwijaya  atas  Kedah  berlangsung antara tahun 682-685 M.
c.  Pulau Bangka yang terletak di pertemuan jalan perdagangan internasional,  merupakan  daerah  yang  sangat  penting. Daerah  ini  dapat  dikuasai  Sriwijaya  pada  tahun  686 M berdasarkan Prasasti Kota Kapur. Sriwijaya juga diceritakan berusaha  menaklukkan  Bhumi  Java  yang  tidak  setia kepada Sriwijaya. Bhumi Java yang dimaksud adalah Jawa, khususnya Jawa bagian barat.
d.  Daerah  Jambi  terletak di  tepi Sungai Batanghari. Daerah ini  memiliki  kedudukan  yang  penting,  terutama  untuk memperlancar  perdagangan  di  pantai  timur  Sumatra. Penaklukan ini dilaksanakan kira-kira tahun 686 M (Prasasti Karang Berahi).
e.  Tanah  Genting  Kra  merupakan  tanah  genting  bagian
utara  Semenanjung Melayu.  Kedudukan  Tanah  Genting Kra sangat penting. Jarak antara pantai barat dan pantai timur  di  tanah  genting  sangat  dekat,  sehingga  para pedagang  dari  Cina  berlabuh  dahulu  di  pantai  timur dan membongkar  barang  dagangannya  untuk  diangkut
dengan pedati ke pantai barat. Kemudian mereka berlayar ke India. Penguasaan Sriwijaya atas Tanah
Genting Kra dapat diketahui dari Prasasti Ligor yang berangka tahun 775 M.
f.  Kerajaan  Kaling  dan  Mataram  Kuno. Menurut berita Cina, diterangkan adanya serangan dari barat, sehingga mendesak Kerajaan Kaling pindah ke sebelah timur. Diduga yang melakukan serangan adalah Sriwijaya. Sriwijaya ingin menguasai Jawa bagian tengah karena pantai utara Jawa
bagian  tengah  juga  merupakan  jalur perdagangan yang penting.  Sriwijaya terus melakukan perluasan daerah, sehingga  Sriwijaya menjadi  kerajaan  yang  besar. Untuk  lebih  memperkuat  pertahanannya,  pada tahun  775 M  dibangunlah  sebuah  pangkalan  di daerah Ligor. Waktu itu yang menjadi raja adalah Darmasetra.  Raja  yang  terkenal  dari  Kerajaan  Sriwijaya  adalah  Balaputradewa.  Ia  memerintah  sekitar abad  ke-9  M.  Pada  masa  pemerintahannya, Sriwijaya berkembang pesat dan mencapai zaman keemasan.  Balaputradewa  adalah  keturunan dari  Dinasti  Syailendra,  yakni  putra  dari  Raja Samarotungga  dengan  Dewi  Tara  dari  Sriwijaya. Hal tersebut diterangkan dalam Prasasti Nalanda. Balaputradewa  adalah  seorang  raja  yang  besar di  Sriwijaya.  Raja  Balaputradewa  menjalin hubungan  erat  dengan  Kerajaan  Benggala  yang saat  itu  diperintah  oleh  Raja  Dewapala  Dewa. Raja  ini menghadiahkan  sebidang  tanah  kepada Balaputradewa  untuk  pendirian  sebuah  asrama  bagi  para  pelajar dan mahapeserta didik yang sedang belajar di Nalanda, yang dibiayai oleh Balaputeradewa,  sebagai “dharma”. Hal  itu  tercatat dengan baik dalam Prasasti Nalanda, yang saat ini berada di Universitas Nawa Nalanda,  India.  Bahkan  bentuk  asrama  itu mempunyai  kesamaan arsitektur dengan Candi Muara Jambi, yang berada di Provinsi Jambi saat  ini. Hal  tersebut menandakan  Sriwijaya memperhatikan  ilmu
pengetahuan,  terutama pengetahuan agama Buddha dan bahasa Sanskerta bagi generasi mudanya.
  Pada  tahun  990 M  yang menjadi  Raja  Sriwijaya  adalah  Sri Sudamaniwarmadewa.  Pada  masa  pemerintahan  raja  itu  terjadi serangan  Raja  Darmawangsa  dari  Jawa  bagian  Timur.  Akan
tetapi,  serangan  itu berhasil digagalkan oleh  tentara Sriwijaya. Sri Sudamaniwarmadewa  kemudian  digantikan  oleh  putranya  yang bernama  Marawijayottunggawarman.  Pada  masa  pemerintahan Marawijayottunggawarman, Sriwijaya membina hubungan dengan Raja  Rajaraya  I  dari  Colamandala.  Pada masa  itu,  Sriwijaya  terus mempertahankan kebesarannya. Untuk mengurus setiap daerah kekuasaan Sriwijaya, dipercayakan kepada seorang Rakryan (wakil raja di daerah). Dalam hal ini Sriwijaya sudah mengenal struktur pemerintahan.  Pada  mulanya  penduduk  Sriwijaya  hidup  dengan bertani.  Akan  tetapi  karena  Sriwijaya  terletak  di  tepi Sungai  Musi  dekat  pantai,  maka  perdagangan  menjadi cepat  berkembang.  Perdagangan  kemudian  menjadi  mata pencaharian  pokok.  Perkembangan  perdagangan  didukung oleh  keadaan  dan  letak  Sriwijaya  yang  strategis.  Sriwijaya terletak  di  persimpangan  jalan  perdagangan  internasional.
Para  pedagang Cina  yang  akan  ke  India  singgah  dahulu  di Sriwijaya, begitu juga para pedagang dan India yang akan ke Cina. Di  Sriwijaya  para  pedagang melakukan  bongkarmuat barang dagangan. Dengan demikian, Sriwijaya semakin ramai dan berkembang menjadi pusat perdagangan. Sriwijaya mulai menguasai  perdagangan  nasional  maupun  internasional  di kawasan  perairan  Asia  Tenggara.  Perairan  di  Laut  Natuna, Selat Malaka, Selat Sunda, dan Laut  Jawa berada di bawah kekuasaan Sriwijaya.Tampilnya  Sriwijaya  sebagai  pusat  perdagangan, memberikan kemakmuran bagi rakyat dan negara Sriwijaya.Kapal-kapal  yang  singgah  dan  melakukan  bongkarmuat, harus  membayar  pajak.  Dalam  kegiatan  perdagangan, Sriwijaya  mengekspor  gading,  kulit,  dan  beberapa  jenis binatang liar, sedangkan barang impornya antara lain beras,
rempah-rempah, kayu manis, kemenyan, emas, gading, dan binatang.Perkembangan tersebut telah memperkuat kedudukan Sriwijaya sebagai kerajaan maritim. Kerajaan maritim adalah kerajaan yang mengandalkan perekonomiannya dari kegiatan perdagangan  dan  hasil-hasil  laut.  Untuk  memperkuat kedudukannya, Sriwijaya membentuk armada angkatan  laut yang kuat. Melalui armada angkatan laut yang kuat Sriwijaya mampu mengawasi perairan di Nusantara. Hal  ini  sekaligus
merupakan  jaminan  keamanan  bagi  para  pedagang  yang ingin berdagang dan berlayar di wilayah perairan Sriwijaya. Dalam  kaitannya  dengan  perkembangan  agama  dan kebudayaan  Buddha,  di  Sriwijaya  ditemukan  beberapa peninggalan. Misalnya, Candi Muara Takus, yang ditemukan dekat  Sungai  Kampar  di  daerah  Riau.  Kemudian  di  daerah Bukit  Siguntang ditemukan  arca Buddha.  Pada  tahun 1006 Sriwijaya juga telah membangun wihara sebagai tempat suci
agama  Buddha  di  Nagipattana,  India  Selatan.  Hubungan Sriwijaya dengan India Selatan waktu itu sangat erat.  Bangunan lain yang sangat penting adalah Biaro Bahal yang  ada  di  Padang  Lawas,  Tapanuli  Selatan. Di  tempat  ini pula terdapat bangunan wihara.  Kerajaan Sriwijaya akhirnya     mengalami kemunduran karena beberapa hal antara lain :
a.  Keadaan sekitar Sriwijaya berubah, tidak lagi dekat dengan pantai. Hal  ini disebabkan aliran Sungai Musi, Ogan, dan Komering banyak membawa lumpur. Akibatnya. Sriwijaya tidak baik untuk perdagangan.
b.  Banyak daerah kekuasaan Sriwijaya yang melepaskan diri. Hal ini disebabkan terutama karena melemahnya angkatan laut Sriwijaya, sehingga pengawasan semakin sulit.
c.  Dari  segi  politik,  beberapa  kali Sriwijaya  mendapat  serangan  dari kerajaan-kerajaan  lain.  Tahun  1017 M  Sriwijaya  mendapat  serangan  dari Raja  Rajendracola  dari  Colamandala,
namun  Sriwijaya  masih  dapat bertahan.  Tahun  1025  serangan  itu diulangi,  sehingga  Raja  Sriwijaya,  Sri Sanggramawi jayat tunggawarman ditahan  oleh  pihak  Kerajaan Colamandala.  Tahun  1275,  Raja Kertanegara  dari  Singhasari melakukan Ekspedisi Pamalayu. Hal itu menyebabkan daerah Melayu  lepas.  Tahun 1377  armada  angkatan  laut Majapahit  menyerang  Sriwijaya  Serangan  ini  mengakhiri riwayat Kerajaan Sriwijaya.

5.  Kerajaan Mataram Kuno
Pada pertengahan abad ke-8 di  Jawa bagian  tengah berdiri sebuah kerajaan baru. Kerajaan itu kita kenal dengan nama Kerajaan Mataram Kuno. Mengenai letak dan pusat Kerajaan Mataram Kuno
tepatnya  belum  dapat  dipastikan.  Ada  yang menyebutkan  pusat kerajaan di Medang dan  terletak di Poh Pitu. Sementara  itu  letak Poh Pitu sampai sekarang belum jelas. Keberadaan lokasi kerajaan
itu dapat diterangkan berada di sekeliling pegunungan, dan sungai-sungai.  Di  sebelah  utara  terdapat  Gunung  Merapi,  Merbabu, Sumbing,  dan  Sindoro;  di  sebelah  barat  terdapat  Pegunungan Serayu; di  sebelah  timur  terdapat Gunung  Lawu,  serta di  sebelah selatan berdekatan dengan Laut Selatan dan Pegunungan Seribu. Sungai-sungai yang ada, misalnya Sungai Bogowonto, Elo, Progo, Opak, dan Bengawan Solo. Letak Poh Pitu mungkin di antara Kedu sampai sekitar Prambanan.   Untuk mengetahui perkembangan Kerajaan Mataram Kuno dapat  digunakan  sumber  yang  berupa  prasasti.  Ada  beberapa prasasti yang berkaitan dengan Kerajaan Mataram Kuno diantaranya Prasasti Canggal, Prasasti Kalasan, Prasasti Klura, Prasasti Kedu atau Prasasti  Balitung. Di  samping  beberapa  prasasti  tersebut,  sumber sejarah  untuk  Kerajaan  Mataram  Kuno  juga  berasal  dari  berita Cina.Perkembangan Pemerintahan  Sebelum Sanjaya berkuasa di Mataram Kuno, di  Jawa sudah  berkuasa  seorang  raja  bernama  Sanna.  Menurut prasasti Canggal  yang berangka  tahun 732 M, diterangkan bahwa Raja Sanna telah digantikan oleh Sanjaya. Raja Sanjaya adalah putra Sanaha, saudara perempuan dari Sanna.  Dalam  Prasasti  Sojomerto  yang  ditemukan  di  Desa
Sojomerto,  Kabupaten  Batang,  disebut  nama  Dapunta Syailendra  yang  beragama  Syiwa  (Hindu).  Diperkirakan Dapunta  Syailendra  berasal  dari  Sriwijaya  dan menurunkan Dinasti Syailendra yang berkuasa di Jawa bagian tengah. Dalam hal  ini  Dapunta  Syailendra  diperkirakan  yang  menurunkan Sanna, sebagai raja di Jawa.  Sanjaya  tampil  memerintah  Kerajaan  Mataram  Kuno pada  tahun 717  - 780 M.  Ia melanjutkan kekuasaan Sanna. Sanjaya  kemudian melakukan  penaklukan  terhadap  raja-raja kecil bekas bawahan Sanna yang melepaskan diri. Setelah itu, pada  tahun  732 M  Raja  Sanjaya mendirikan  bangunan  suci sebagai  tempat  pemujaan.  Bangunan  ini  berupa  lingga  dan berada  di  atas  Gunung Wukir  (Bukit  Stirangga).  Bangunan suci  itu  merupakan  lambang  keberhasilan  Sanjaya  dalam menaklukkan raja-raja lain.  Raja Sanjaya bersikap arif, adil dalam memerintah, dan memiliki pengetahuan luas. Para pujangga dan rakyat hormat kepada rajanya. Oleh karena itu, di bawah pemerintahan Raja Sanjaya, kerajaan menjadi aman dan tenteram. Rakyat hidup makmur. Mata pencaharian penting adalah pertanian dengan hasil  utama  padi.  Sanjaya  juga  dikenal  sebagai  raja  yang paham akan isi kitab-kitab suci. Bangunan suci dibangun oleh Sanjaya untuk pemujaan lingga di atas Gunung Wukir, sebagai lambang  telah  ditakhlukkannya  raja-raja  kecil  di  sekitarnya yang dulu mengakui kemaharajaan Sanna.  Setelah Raja Sanjaya wafat, ia digantikan oleh putranya bernama Rakai Panangkaran. Panangkaran mendukung adanya perkembangan  agama Buddha. Dalam  Prasasti Kalasan  yang berangka  tahun  778,  Raja  Panangkaran  telah  memberikan hadiah tanah dan memerintahkan membangun sebuah candi untuk Dewi Tara dan sebuah biara untuk para pendeta agama Buddha.  Tanah  dan  bangunan  tersebut  terletak  di  Kalasan. Prasasti Kalasan  juga menerangkan bahwa Raja Panangkaran disebut dengan nama Syailendra Sri Maharaja Dyah Pancapana Rakai Panangkaran. Raja Panangkaran kemudian memindahkan pusat pemerintahannya ke arah timur. Raja  Panangkaran  dikenal  sebagai
penakluk yang gagah berani bagi musuh-musuh  kerajaan.  Daerahnya  bertambah luas.  Ia  juga  disebut  sebagai  permata dari  Dinasti  Syailendra.  Agama  Buddha Mahayana waktu  itu berkembang pesat. Ia  juga  memerintahkan  didirikannya bangunan-bangunan  suci.  Misalnya,
candi Kalasan dan arca Manjusri.Setelah  kekuasaan  Penangkaran berakhir,  timbul  persoalan  dalam
keluarga  Syailendra,  karena  adanya perpecahan  antara  anggota  keluarga yang sudah memeluk agama Buddha dengan keluarga yang masih memeluk  agama Hindu  (Syiwa).Hal  ini menimbulkan
perpecahan di dalam pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno. Satu  pemerintahan dipimpin oleh tokoh-tokoh kerabat istana yang menganut agama Hindu berkuasa di daerah Jawa bagian utara. Kemudian keluarga yang terdiri atas tokoh-tokoh yang beragama Buddha berkuasa di daerah  Jawa bagian  selatan. Keluarga  Syailendra  yang  beragama  Hindu  meninggalkan bangunan-bangunan  candi di  Jawa bagian utara. Misalnya, candi-candi  kompleks  Pegunungan  Dieng  (Candi  Dieng)
dan kompleks Candi Gedongsongo. Kompleks Candi Dieng memakai  nama-nama  tokoh  wayang  seperti  Candi  Bima, Puntadewa, Arjuna, dan Semar.  Sementara  yang  beragama  Buddha
meninggalkan  candi-candi  seperti  Candi Ngawen, Mendut,  Pawon  dan  Borobudur. Candi  Borobudur  diperkirakan  mulai dibangun  oleh  Samaratungga  pada  tahun 824 M. Pembangunan kemudian dilanjutkan pada zaman Pramudawardani dan Pikatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar